Senin, 07 Januari 2008

Ingat Susah diwaktu Senang

Udah dua kali baca buku A.T Mahmud Meniti Pelangi nggak pernah buat gue bosen buat baca lagi. Terutama pas semalam liat A.T Mahmud di acara semalam di Sungai Musi. Baca pengantar yang ditulis oleh Emil Salim jadi inget ama keadaan Indonesia sekarang. Emil Salim merupakan teman dari A.T Mahmud waktu sekolah Mizoeho Gakoe-en, sekolah lanjutan sekolah dasar pada masa pendudukan Jepang di Palembang.

Emil salim cerita kalau dulu seorang perwira Jepang yang menjadi pimpinan asrama pernah mengajarkan filsafat sederhana “jika mau makan banyak, tanam dan hasilkan makanan sendiri.” Ini sesuai dengan keadaan mereka waktu itu, untuk dapat makan pada masa kependudukan Jepang mereka harus mencangkul tanah dan menanam ubi, sayur-sayuran serta kacang-kacangan. Untuk pupuk dipakai kotoran manusia yang disedot dari saptic-tank yang sudah disiram kapur untuk menghilangkan baunya.

Sekarang masyarakat Indonesia yang sudah hidup senang tetap saja bersenang, coba mereka tahu gimana susahnya bercocok tanam sampai akhirnya dipanen. Tentu mereka akan lebih menghargai nasib petani kita. Petani ynag bercocok tanam sayuran, berminggu-minggu merawat tanamanya untuk uang yang tak seberapa dari hasil panennya. Buat petani yang menanam padi, berbulan-bulan merawat tanamannya tapi hasilnya tak sebanding dengan yang didapat, konsumen lebih memilih mengkonsumsi beras import dari Negara lain dibanding yang lokal.

Ada banyak sisi lain kehidupan yang tidak kita ketahui, mempelajari sisi lain tersebut akan membuat kita lebih bersyukur dengan kehidupan kita sekarang. Kita tak hanya hidup sendiri, banyak orang disekitar kita. Jika kita tak menyadari hal itu maka ketamakan kitalah yang membuat Indonesia hancur. Dan hal itu telah terjadi sekarang…..